Tajuk Tamu : Membaca Karakter Capres di (Belakang) Panggung Debat

Written By Unknown on Rabu, 25 Juni 2014 | 11.35

Philips Tangdilintin
* Sekretaris Dewan Pakar Iska Sulsel

TRIBUNMANADO.CO.ID - Character is who we are and what we do when nobody is watching.

Personality is who we are and what we do when everybody is watching. (H Jackson Brown Jr).

Adegan cipika-cipiki (cium pipi kanan-kiri) capres Prabowo dan Jokowi pada saat debat capres 15 Juni lalu mendapat berbagai tanggapan di berbagai media sosial. Masalahnya, adegan yang diperagakan kedua calon pemimpin nasional bertolak-belakang antara apa yang dilakukan di belakang panggung dengan yang diperagakan di atas panggung.

Kita bisa menduga bahwa kedua capres sama-sama tidak menyadari bahwa pertemuan mereka di belakang panggung sudah disorot oleh kamera televisi. Tulisan ini mengajak pembaca untuk mencermati lebih kritis aspek terpenting yang dituntut dari para calon pemimpin nasional kita, yakni karakter. Mumpung belum terlambat, karena masih ada debat-debat selanjutnya sebelum kita menjatuhkan pilihan kita dalam bilik suara, 9 Juli yang akan datang.

Karakter-kepribadian

Sebenarnya sulit bagi kita "menilai" capres dari penampilan mereka hanya dalam beberapa bulan terakhir. Sebab mereka sudah dikelilingi para konsultan dan tim sukses yang mengatur setiap langkah, perilaku dan ucapan-ucapan mereka terutama pada saat disorot kamera TV. Itulah sebabnya kita bersyukur ketika ada adegan "tak terduga" di luar skenario di mana para kandidat tampil dengan keaslian mereka karena tidak menyadari disorot kamera TV.

Itulah yang terjadi ketika capres Jokowi yang sudah hadir lebih dulu di belakang panggung debat, menghampiri lawan-debatnya capres Prabowo, menjabat tangannya sembari merangkul pundak dan menyodorkan kepala untuk cipika-cipiki. Sayang sekali, Prabowo tampak melengos, menghindari pipi Jokowi dan berjalan terus menyalami orang lain.

Meski tampak kaget atas penolakan sang lawan, Jokowi tetap mengatupkan tangan sebagai tanda hormat yang tulus dengan senyum khasnya. Ketika berada di atas panggung debat di bawah sorotan kamera TV, Prabowo dengan sigap dan penuh hormat meyongsong salam rangkul Jokowi plus cipika-cipiki yang hangat.

Kejadian inilah yang mendorong penulis untuk mengutip 'definisi' H Jackson Brown Jr, penulis best seller Amerika, tentang karakter dan kepribadian. "Karakter adalah siapa kita dan apa yang kita lakukan ketika tidak dilihat orang; kepribadian adalah siapa kita dan apa yang kita lakukan ketika (= untuk) dilihat orang".

Ketika berada di belakang panggung debat, capres Prabowo dan Jokowi menampilkan karakter asli mereka. Uniknya, Jokowi menampilkan sikap dan perilaku yang satu dan sama di belakang maupun di atas panggung. Jujur-polos apa adanya, tidak ada kepura-puraan dan kepalsuan.

Karakter dan kepribadiannya sama dan satu, utuh adanya. Sebaliknya Prabowo menampakkan sikap dan perilaku yang kontradiktif. Karakter atau watak asli/bawaannya terbaca di belakang panggung. Kepribadian hasil polesan para konsultan politik/timses ditampilkan di atas panggung untuk konsumsi publik demi kepentingan pencitraan, guna menarik simpati pemilih.

Glenak-glenik speaking

Dalam iklan-iklan TV, tampilan kedua capres ini memang bertolak belakang. Ketika baru mulai digadang-gadang sebagai capres, banyak pengamat mengatakan Jokowi adalah antitesis SBY, baik dari tampilan fisik maupun karakter dan kepribadian. Tampaknya antitesis itu juga berlaku antara sosok Prabowo dengan Jokowi. Prabowo adalah sosok gagah yang selalu digambarkan dalam penampilan glamor dengan berbagai atribut "wah" seperti helikopter, kuda, mobil. Bahkan mau "disejajarkan" dengan orator ulung Bung Karno karena memang gayanya meniru sang proklamator: berpidato di depan mikrofon "antik" seperti yang dipakai Bung Karno doeloe. Gaya public speaking-nya menggelegar.

Sebaliknya, Jokowi yang kurus dan tidak segan-segan menyebut diri "wong ndeso", selalu ditampilkan sesuai dengan kenyataan dan kerja-nyatanya setiap hari: blusukan di pasar-pasar tradisional dan slums area, berbasah-basah bersama korban banjir, bahkan masuk-keluar got yang lagi mampet penyebab banjir - sesuatu yang belum pernah kita temukan pada pemimpin manapun selama ini. Keahlian Jokowi bukanlah public speaking melainkan "glenak-glenik speaking" - meminjam istilah khas Romo Mangunwijaya - yakni berdialog, berbicara dari-hati-ke-hati dengan rakyat bahkan lebih banyak mendengarkan daripada menuntut untuk didengarkan. Istilah 'dialog' mengandaikan kesetaraan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, tidak menempatkan diri "di atas rakyat".

Tegas plus berintegritas

Dari seorang peserta kursus reguler Lemhannas PPRA-51 pada saat membahas tema kepemimpinan nasional, penulis mendengar bahwa sosok Jokowi sempat menjadi kajian menarik. Soalnya, "sosok dan gaya kepemimpinan Jokowi tidak ditemukan dalam teori-teori kepemimpinan atau text book. Dia memimpin dengan gayanya sendiri, leadership-nya asli karena cerminan dari karakternya, tidak meniru-niru seperti pemimpin yang lain".

Gaya kepemimpinan Jokowi memang "outside the box", tidak konvensional, keluar dari "kotak" kelaziman dan pakem kebiasaan lama. Karena itu hanya bisa dipahami bila kita berani "berpikir di luar kotak" (thinking out of the box) dan meninggalkan paradigma kepemimpinan ala orde baru dan era reformasi. Solusi atas berbagai permasalahan akut bangsa ini memang hanya bisa dipecahkan dengan pemikiran-pemikiran baru yang berani, tegas, kreatif.

Jokowi, misalnya, tak segan-segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Ia bahkan berani melawan atasannya saat masih Wali Kota Solo, gubernur Jateng Bibit Waluyo yang lebih memihak investor daripada kepentingan rakyat. Tampaknya Jokowi bersemboyan "Fortiter in Re, Suaviter in Modo": teguh-tegas dalam prinsip tetapi lembut-luwes dalam cara. Karakter tegas itulah sumber kewibawaan, karena dia sendiri lebih dulu menjalankan apa yang dikatakan. Itulah 'definisi' integritas: walk the talk, jujur, satunya kata dengan tindakan, satu-dan-samanya perilaku di belakang panggung dengan di atas panggung debat.

tajuk tamu

Membaca Karakter Capres di (Belakang) Panggung Debat

Philips Tangdilintin
* Sekretaris Dewan Pakar Iska Sulsel

CHARACTER is who we are and what we do when nobody is watching.
Personality is who we are and what we do when everybody is watching. (H Jackson Brown Jr)
Adegan cipika-cipiki (cium pipi kanan-kiri) capres Prabowo dan Jokowi pada saat debat capres 15 Juni lalu mendapat berbagai tanggapan di berbagai media sosial. Masalahnya, adegan yang diperagakan kedua calon pemimpin nasional bertolak-belakang antara apa yang dilakukan di belakang panggung dengan yang diperagakan di atas panggung.
Kita bisa menduga bahwa kedua capres sama-sama tidak menyadari bahwa pertemuan mereka di belakang panggung sudah disorot oleh kamera televisi. Tulisan ini mengajak pembaca untuk mencermati lebih kritis aspek terpenting yang dituntut dari para calon pemimpin nasional kita, yakni karakter. Mumpung belum terlambat, karena masih ada debat-debat selanjutnya sebelum kita menjatuhkan pilihan kita dalam bilik suara, 9 Juli yang akan datang.
Karakter-kepribadian
Sebenarnya sulit bagi kita "menilai" capres dari penampilan mereka hanya dalam beberapa bulan terakhir. Sebab mereka sudah dikelilingi para konsultan dan tim sukses yang mengatur setiap langkah, perilaku dan ucapan-ucapan mereka terutama pada saat disorot kamera TV. Itulah sebabnya kita bersyukur ketika ada adegan "tak terduga" di luar skenario di mana para kandidat tampil dengan keaslian mereka karena tidak menyadari disorot kamera TV.
Itulah yang terjadi ketika capres Jokowi yang sudah hadir lebih dulu di belakang panggung debat, menghampiri lawan-debatnya capres Prabowo, menjabat tangannya sembari merangkul pundak dan menyodorkan kepala untuk cipika-cipiki. Sayang sekali, Prabowo tampak melengos, menghindari pipi Jokowi dan berjalan terus menyalami orang lain.
Meski tampak kaget atas penolakan sang lawan, Jokowi tetap mengatupkan tangan sebagai tanda hormat yang tulus dengan senyum khasnya. Ketika berada di atas panggung debat di bawah sorotan kamera TV, Prabowo dengan sigap dan penuh hormat meyongsong salam rangkul Jokowi plus cipika-cipiki yang hangat.
Kejadian inilah yang mendorong penulis untuk mengutip 'definisi' H Jackson Brown Jr, penulis best seller Amerika, tentang karakter dan kepribadian. "Karakter adalah siapa kita dan apa yang kita lakukan ketika tidak dilihat orang; kepribadian adalah siapa kita dan apa yang kita lakukan ketika (= untuk) dilihat orang".
Ketika berada di belakang panggung debat, capres Prabowo dan Jokowi menampilkan karakter asli mereka. Uniknya, Jokowi menampilkan sikap dan perilaku yang satu dan sama di belakang maupun di atas panggung. Jujur-polos apa adanya, tidak ada kepura-puraan dan kepalsuan.
Karakter dan kepribadiannya sama dan satu, utuh adanya. Sebaliknya Prabowo menampakkan sikap dan perilaku yang kontradiktif. Karakter atau watak asli/bawaannya terbaca di belakang panggung. Kepribadian hasil polesan para konsultan politik/timses ditampilkan di atas panggung untuk konsumsi publik demi kepentingan pencitraan, guna menarik simpati pemilih.
Glenak-glenik speaking
Dalam iklan-iklan TV, tampilan kedua capres ini memang bertolak belakang. Ketika baru mulai digadang-gadang sebagai capres, banyak pengamat mengatakan Jokowi adalah antitesis SBY, baik dari tampilan fisik maupun karakter dan kepribadian. Tampaknya antitesis itu juga berlaku antara sosok Prabowo dengan Jokowi. Prabowo adalah sosok gagah yang selalu digambarkan dalam penampilan glamor dengan berbagai atribut "wah" seperti helikopter, kuda, mobil. Bahkan mau "disejajarkan" dengan orator ulung Bung Karno karena memang gayanya meniru sang proklamator: berpidato di depan mikrofon "antik" seperti yang dipakai Bung Karno doeloe. Gaya public speaking-nya menggelegar. Sebaliknya, Jokowi yang kurus dan tidak segan-segan menyebut diri "wong ndeso", selalu ditampilkan sesuai dengan kenyataan dan kerja-nyatanya setiap hari: blusukan di pasar-pasar tradisional dan slums area, berbasah-basah bersama korban banjir, bahkan masuk-keluar got yang lagi mampet penyebab banjir - sesuatu yang belum pernah kita temukan pada pemimpin manapun selama ini. Keahlian Jokowi bukanlah public speaking melainkan "glenak-glenik speaking" - meminjam istilah khas Romo Mangunwijaya - yakni berdialog, berbicara dari-hati-ke-hati dengan rakyat bahkan lebih banyak mendengarkan daripada menuntut untuk didengarkan. Istilah 'dialog' mengandaikan kesetaraan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, tidak menempatkan diri "di atas rakyat".
Tegas plus berintegritas
Dari seorang peserta kursus reguler Lemhannas PPRA-51 pada saat membahas tema kepemimpinan nasional, penulis mendengar bahwa sosok Jokowi sempat menjadi kajian menarik. Soalnya, "sosok dan gaya kepemimpinan Jokowi tidak ditemukan dalam teori-teori kepemimpinan atau text book. Dia memimpin dengan gayanya sendiri, leadership-nya asli karena cerminan dari karakternya, tidak meniru-niru seperti pemimpin yang lain".
Gaya kepemimpinan Jokowi memang "outside the box", tidak konvensional, keluar dari "kotak" kelaziman dan pakem kebiasaan lama. Karena itu hanya bisa dipahami bila kita berani "berpikir di luar kotak" (thinking out of the box) dan meninggalkan paradigma kepemimpinan ala orde baru dan era reformasi. Solusi atas berbagai permasalahan akut bangsa ini memang hanya bisa dipecahkan dengan pemikiran-pemikiran baru yang berani, tegas, kreatif. Jokowi, misalnya, tak segan-segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Ia bahkan berani melawan atasannya saat masih Wali Kota Solo, gubernur Jateng Bibit Waluyo yang lebih memihak investor daripada kepentingan rakyat. Tampaknya Jokowi bersemboyan "Fortiter in Re, Suaviter in Modo": teguh-tegas dalam prinsip tetapi lembut-luwes dalam cara. Karakter tegas itulah sumber kewibawaan, karena dia sendiri lebih dulu menjalankan apa yang dikatakan. Itulah 'definisi' integritas: walk the talk, jujur, satunya kata dengan tindakan, satu-dan-samanya perilaku di belakang panggung dengan di atas panggung debat.(makassar.tribunnews.com)


Anda sedang membaca artikel tentang

Tajuk Tamu : Membaca Karakter Capres di (Belakang) Panggung Debat

Dengan url

http://dimanadoyodo.blogspot.com/2014/06/tajuk-tamu-membaca-karakter-capres-di.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Tajuk Tamu : Membaca Karakter Capres di (Belakang) Panggung Debat

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Tajuk Tamu : Membaca Karakter Capres di (Belakang) Panggung Debat

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger