Marhany Beber Derita DPD RI

Written By Unknown on Senin, 24 Maret 2014 | 11.36

TRIBUNMANADO.CO.ID - Meski dijejali dengan sejumlah tugas penting yang tak kalah pentingnya dengan tugas DPR RI, nyatanya hingga saat ini kewenangan dan fungsi Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) RI seolah tak tampak, bahkan terkesan dikebiri.
Hal ini mengemuka pada diskusi bersama bertema mengkritisi eksistensi DPD RI untuk daerah dan NKRI, di kantor perwakilan DPD RI Sulut Tikala, Sabtu (22/3).

Digelar dalam bentuk diskusi panel, kegiatan ini menghadirkan sejumlah tokoh penting baik dari kalangan akademisi, organisasi kepemudaan, termasuk anggota DPD RI Sulut Marhany Pua selaku penggagas kegiatan.

Diskusi yang dipimpin moderator Elisa Regar menampilkan beberapa panelis antara lain anggota DPD RI Marhany Pua, dekan FISIP Unsrat Philip Regar, dosen FISIP Unsrat Max Rembang dan Max Ruindungan, serta calon anggota DPR RI Nico Gara.
Marhany Pua dalam pemaparannya terkait hasil kerja DPD RI termasuk menggambarkan bagaimana eksistensi lembaga ini bagi daerah dan NKRI, memastikan pihaknya telah begitu produktif dalam menghasilkan sejumlah pandangan dan pertimbangan yang menjadi salah satu tugas utama.
"Hingga awal 2014 kami sudah hasilkan 236 keputusan, kami cukup produktif. Tetapi sayangnya ketika keputusan-keputusan ini dibawa ke DPR RI bisa jadi hilang jejak," ujar Pua.
Dirinya mencontohkan, satu tugas DPD RI adalah merumuskan rancangan undang-undang termasuk memberi pertimbangan terkait APBN; pemekaran dan penggabungan daerah sebelum dibahas di tingkat DPR RI. Sayangnya, banyak dari rumusan dan pertimbangan ini yang tak ditindaklanjuti oleh DPR RI.
"Pada prinsipnya mereka tak bisa bahas RUU atau APBN tanpa ada pertimbangan dari DPD RI. Tetapi ketika pertimbangan itu kami berikan, bisa terserah mereka mau tindak lanjuti atau tidak. Ini tentu menjadi masalah," tutur Pua.

Permasalahan yang sama juga ketika berkaitan dengan rencana pemekaran daerah. Menurut dia, DPD RI memiliki kewenangan untuk memberi pertimbangan terkait rencana pemekaran daerah ke DPR RI, tetapi banyak yang terjadi kepala daerah tak pernah mengonsultasikan hal ini terlebih dahulu ke DPD RI tetapi langsung ke DPR RI.

"Jangan heran dari puluhan usulan daerah otonom baru, termasuk ada empat di Sulut, belum bisa ditetapkan DPR RI karena mereka memang harus menunggu pertimbangan terlebih dahulu dari DPD RI," jelasnya.

Tambah Pua, Mahkamah Konstitusi juga telah mengeluarkan keputusan, menempatkan posisi DPD RI setara dengan lembaga negara lain seperti DPR RI termasuk presiden. "Akan tetapi keputusan ini belum bisa berjalan normal karena belum didukung konstitusi," kata dia.
Melihat kondisi ini, Pua berpendapat, meski telah bekerja cukup banyak tetapi pada kenyataannya fungsi dan kewenangan DPD RI lemah. Maka itu DPD RI perlu penguatan, satu di antaranya dengan mengamandemen UUD 45.

Senada disampaikan Philep Regar. Menurutnya, ada beberapa poin yang seharusnya menjadi kekuatan eksistensi DPD RI baik untuk daerah dan untuk NKRI, yang harus didukung penuh dan diperkuat dengan konstitusi.

"Eksistensi DPD RI untuk daerah antara lain menjamin terakomodirnya kepentingan daerah dalam kebijakan nasional, mendorong optimalisasi otonomi daerah, dan percepatan pembangunan daerah. Tiga hal ini begitu penting untuk daerah dengan hadirnya DPD RI yang seharusnya didukung penuh," tuturnya.

Sedangkan eksistensi DPD RI untuk NKRI, menurutnya, meliputi beberapa peran penting antara lain menjalankan tugas check and balancing dalam parlemen, memperjuangkan kesetaraan antardaerah, serta sebagai perekat kerja sama antardaerah. Menurutnya, peran-peran penting ini belum kuat dan seolah dibatasi.

Diskusi yang mendapat berbagai tanggapan menarik dari peserta diskusi panel ini berhasil merumuskan berbagai usulan menanggapi lemahnya eksistensi dan fungsi DPD RI. Satu di antaranya mendorong pemerintah termasuk DPR RI untuk mengembalikan fungsi dan kewenangan DPD RI sesuai tuntutan konstitusi. Kedua, perlu didorong untuk mempercepat amandemen UUD 45 terkait penguatan terhadap fungsi dan kewenangan DPD RI.

Amandemen Setengah Hati

DOSEN FISIP Unsrat Max Rembang memaparkan pendapatnya mengapa eksistensi DPD RI begitu lemah meski lembaga ini adalah lembaga yang sejatinya dipilih langsung rakyat.

Menurut dia, yang benar-benar turun mengakomodasi kepentingan rakyat dan daerah bukan seperti DPR RI yang didominasi orang-orang parpol, yang dalam perannya tak bisa dikatakan sepenuhnya memperjuangkan aspirasi rakyat.
"Lemahnya eksistensi DPD RI antara lain diakibatkan amandemen setengah hati karena kewenangannya sengaja dibatasi. Sejatinya DPD RI itu benar-benar memperjuangkan hak rakyat, tapi justru setiap aspirasi rakyat maupun aspirasi daerah yang dihimpunnya justru mandek ketika dibawa ke DPR RI," tutur Rembang.

Sesuai data yang dihimpun Max Ruindungan, sebanyak 34 RUU yang dihasilkan DPD RI ketika diserahkan ke DPR RI untuk dibahas hingga sekarang tak ada kejelasannya. "Malah pernah ada produk RUU rumusan DPD ketika diserahkan ke DPR RI didiamkan sekian lama, kemudian muncul kembali dan berhasil disahkan sebagai UU seolah-olah itu produk usulan DPR RI. Ini hanya salah satu contoh bagaimana fungsi dan kewenangan DPD RI itu lemah dan terkesan dikebiri," tuturnya.(ika)


Anda sedang membaca artikel tentang

Marhany Beber Derita DPD RI

Dengan url

http://dimanadoyodo.blogspot.com/2014/03/marhany-beber-derita-dpd-ri.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Marhany Beber Derita DPD RI

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Marhany Beber Derita DPD RI

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger