Mengintip Gelaran Lomba Teater, Kami Beri Keseimbangan Hidup

Written By Unknown on Kamis, 24 Oktober 2013 | 11.35

Teater masih ada penggemarnya. Malah anak-anak SMA di Manado, kini menggemarinya.

Lorca, dengan wajah sombong menyuruh anaknya perempuannya dihukum. Ia dihukum karena tidak mau menuruti perintah sang ayah untuk mengikuti jejak kejahatan. Dua orang berjubah hitam dan bermuka jelek pun menjadi eksekutor.

Panggung utama lomba teater dalam rangka ulang tahun ke-9 Teater Nadi, yang sebenarnya merupakan teater SMAN 4 Manado itu, memang terasa suram pada pertunjukan pertama ini. Kegelapan tampak mendominasi.

Cairan bak darah juga menjadi gampang tertumpah. Sang gadis yang kini terantai dalam sebuah tembok buatan, diminta mengangkat tangan untuk dipaku. Rasa ngeri penonton diolah dengan adegan tangan yang tiba-tiba mengeluarkan cairan bak darah. Dua buah paku tampak berada di sela jari gadis muda itu.

Bukannya muncul rasa iba, Lorca meminum darah anaknya dalam sebuah piala kaca. Ia tetap bengis, berdiam dalam keangkuhannya. Hanya seteguk air menjadi pemuas dahaga dalam adegan berikutnya, ketika saudara laki-laki sang perempuan membawanya tanpa sepengetahuan ayahnya.

Sang ayah yang sudah tenggelam dalam kejahatan, akhirnya bertekad menguji kesetiaan anak lelakinya. Diacungkannya sebuah pisau, saat muncul dari pintu sebelah kanan. Dimintanya, pisau itu nantinya menancap di tubuh sang gadis.

Tapi adegan berakhir memiriskan. Si lelaki menancapkan pisau itu ke tubuhnya sendiri, tak tahan dengan penderitaan sang adik.

Tak ada kegembiraan, hanya ada tangisan Lorca diiringi puluhan sosok hitam yang menancapkan obor api ke tubuhnya. Tinggal satu yang hidup ketika seorang algojo Lorca membunuh sang tuan dan algojo itu sendiri juga dibunuh oleh algojo yang paling jelek.

Sebuah pertunjukan memukau akhirnya diberikan Tim Boasiges dari Gereja Tasik Genezareth sebelum sepuluh pertunjukkan memukau yang lain.

Irene  Buyung (25), satu di antara pentolan Teater Nadi  mengatakan, teater adalah jiwa. Jiwa itu yang menuntun mereka akhirnya meminta seorang instruktur Johny Sangeroki melatih mereka sejak awal.

Tantangan dialami mereka saat itu, ketika banyak guru di sekolah tidak mengizinkan. Apalagi, teater belum dikenal saat itu. "Tapi setelah kami juara kami mulai diterima," ujar Irene. Nadi bahkan menjadi juara dua nasional saat festival tahun 2005.

Bagi Sangeroki, teater menjadi tempat belajar anak muda untuk mengerti kehidupan, melatih motivasi dan kemampuan berkehendak. Mereka juga bisa berkarakter,  berani dan memiliki wawasan.
 
"Ini untuk menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan. Ini juga untuk melatih kepekaan mereka. Yang terpilih juga juara-juara kelas. Kalau tidak, mereka harus berkomitmen juara," tuturnya.

Keseimbangan akhirnya menjadi hal yang utama. Adanya anak-anak yang berjiwa seni membuat situasi yang sebenarnya banyak orang mulai berkiblat pada gaya hidup yang kurang baik, mendapatkan keseimbanganya.

"Seorang profesor kesulitan untuk  mengembangkan penemuanya. Tapi ia akhirnya bisa lagi dengan mendengarkan Mozart," katanya. (david manewus)


Anda sedang membaca artikel tentang

Mengintip Gelaran Lomba Teater, Kami Beri Keseimbangan Hidup

Dengan url

http://dimanadoyodo.blogspot.com/2013/10/mengintip-gelaran-lomba-teater-kami.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Mengintip Gelaran Lomba Teater, Kami Beri Keseimbangan Hidup

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Mengintip Gelaran Lomba Teater, Kami Beri Keseimbangan Hidup

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger