Tajuk Tamu : Program JKN dan Nasib Dokter

Written By Unknown on Selasa, 24 Juni 2014 | 11.36

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan program unggulannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berlangsung selama lima bulan terakhir.

Sesuai prediksi banyak pihak sebelumnya, pelaksanaan kebijakan baru ini masih jauh dari kata sempurna. Hal ini mengacu pada masih kurangnya sosialisasi dan beberapa peraturan turunan yang belum selesai. Lebih dari itu, banyak hal di dalamnya yang memerlukan perbaikan dan pembenahan, mulai dari sisi hukum dan legalitas, segi ekonomi dan pembiayaan, segi infrastruktur dan segi sumber daya manusia berupa tenaga kesehatan, kestabilan sistem dan lain-lain. Memang tidak bisa dimungkiri bahwa ada saja tantangan yang muncul dari penerapan JKN ini. Seperti contoh perubahan iklim dunia kesehatan di Indonesia yang sudah sekian lama ada.

Seperti kita ketahui bersama, tujuan mulia pelaksanaan JKN adalah pemerataan jumlah tenaga kesehatan, termasuk dokter dan biaya kesehatan di seluruh penjuru Indonesia. Dengan itu semua, diharapkan tidak ada satu pun penduduk Indonesia kesulitan mendapatkan akses kesehatan layak dan terjangkau nantinya. Namun, jika hal ini tidak dilakukan secara matang dan terencana malah akan dapat menimbulkan masalah ke depannya.

Salah satu tantangan yang mungkin timbul adalah perubahan fungsi dokter di era JKN yang tidak hanya berperan dalam upaya kuratif dan rehabilitatif, namun juga memberikan pelayanan promotif dan preventif, sehingga jika seorang Dokter Layanan Primer (DLP) gagal menjalankan upaya preventif dan promotif di masyarakat, sekaligus kesulitan mendapatkan jejaring  untuk meningkatkan kapitasi maka  akan memperoleh penghasilan yang sangat sedikit.

Adalah sebuah ironi jika JKN berharap dokter mampu mereduksi jumlah orang sakit dan mengurangi pengeluaran obat tiap peserta JKN dengan taruhan kesejahteraan dari dokter itu sendiri. Selain itu seyogyanya pendidikan kedokteran juga perlu menyesuaikan dengan hadirnya JKN. Mahasiswa kedokteran perlu disadarkan tentang adanya sistem ini dan konsekuensinya di lapangan kelak. Sebab paradigma preventif dan promotif harus terus dikembangkan dan akan menjadi suatu prioritas. Belum lagi nantinya pendidikan profesi juga perlu penyesuaian mengingat kelak pasien yang akan ke rumah sakit tipe A dan tipe B adalah pasien yang tidak tertangani di layanan primer, sehingga diharapkan mahasiswa kedokteran tetap mencapai kompetensi yang diamanatkan.

Di lain pihak dampak JKN bagi para dokter ataupun calon dokter akhirnya akan membuat ketidakpastian. Ketidakpastian yang mengakibatkan aspek hukum, karena sang dokter nantinya memperhatikan tarif bukan memperhatikan standar pelayanan. Juga karena banyaknya kasus, bisa jadi sang dokter akan kelelahan sehingga pelayanan menjadi tidak optimal.

Seperti diketahui, ke depan penyediaan pelayanan kesehatan primer dilakukan oleh para DLP pada 2019, bukan lagi tanggung jawab dokter umum seperti sekarang. Pendidikan bagi dokter layanan primer ini akan memakan waktu sekitar 2-3 tahun untuk setiap angkatannya dengan bobot 50-90 SKS. Celakanya belum ada satu pun institusi pendidikan yang memiliki fakultas kedokteran yang sudah menjalankan program pendidikan layanan primer.

Bahkan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sendiri baru akan membukanya sekitar tahun 2016. Hal ini tidak terlepas dari belum disahkannya kurikulum DLP yang nantinya akan memiliki gelar dokter SpFM (family medicine). Belum lagi pembiayaan pendidikan DLP yang masih menimbulkan polemik. Belum ada sumber jelas yang menyatakan dengan pasti berapa biaya yang dibutuhkan dan perlu dibayarkan nantinya.

Berdasarkan UU Pendidikan Kedokteran, mahasiswa pendidikan DLP sama dengan pendidikan dokter spesialis dan umum, juga diizinkan untuk mendapatkan beasiswa dan bantuan biaya pendidikan dari pihak manapun. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa nantinya pada program pendidikan DLP pemerintah bisa memberikan bantuan biaya pendidikan atau bahkan digratiskan.

Selain itu ada pencanangan bahwa setiap dokter yang melanjutkan pendidikan kedokterannya, baik DLP maupun spesialis, diperbolehkan menerima insentif berupa imbalan material yang diberikan rumah sakit sebagai balas jasa atas jasa medis yang dilakukan sesuai kompetensinya.

Jika hal ini benar dilakukan oleh pemerintahan dan pelaksanaannya diregulasi dengan baik, maka akan banyak sekali dokter umum yang mau melanjutkan pendidikan DLP. Kekuatiran muncul, lantaran pemerintah terkesan tidak serius dalam bidang kesehatan. Ini terlihat dari anggaran kesehatan nasional yang belum mencapai 5 persen serta banyaknya daerah yang belum mencapai target anggaran kesehatan daerah 10 persen.

Jadi tak bisa dimungkiri bahwa besarnya pendidikan kedokteran akan menjadi penghalang besar dalam JKN ini. Mahalnya biaya pendidikan kedokteran umum dan spesialis membuat profesi ini seakan hanya bisa dinikmati mereka orang berada saja. Sementara penyebaran dokter yang belum bisa merata menjadi masalah tersendiri. Maka jelaslah membentuk dokter Indonesia berkualitas menjadi perkara yang sulit, apalagi untuk kepentingan JKN.

Sedikitnya institusi pendidikan dokter di Indonesia yang berakreditasi A, serta banyaknya institusi berakreditasi C yang mayoritas peserta didikannya tidak lulus Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Ditambah lagi adanya kekisruhan antara AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia ) dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) soal uji kompetensi lulusan dokter.

Bisa dibayangkan ketika lulusan dokter umum sekarang banyak yang kesulitan mencapai parameter sesuai UKDI, bagaimana nanti ketika sudah menjalani pendidikan DLP, yang tentu saja melibatkan kompetensi yang lebih tinggi dibandingkan dokter umum biasa. Dan, bukan mustahil dapat terjadi pergolakan akibat keinginan agar status dokter umum dapat terus menjadi provider di JKN. Belum lagi diperparah dengan dipermudahnya dokter asing  menyusul diberlakukannya Asean Economic Community pada 2015 nanti. Sungguh menyedihkan.


Anda sedang membaca artikel tentang

Tajuk Tamu : Program JKN dan Nasib Dokter

Dengan url

http://dimanadoyodo.blogspot.com/2014/06/tajuk-tamu-program-jkn-dan-nasib-dokter.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Tajuk Tamu : Program JKN dan Nasib Dokter

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Tajuk Tamu : Program JKN dan Nasib Dokter

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger