Komite Sekolah

Written By Unknown on Sabtu, 28 September 2013 | 11.35

Penulis: Feki Korto ST
Wakil Ketua KNPI Kota Manado

Pada akhir Juli 2013 Komisi Ombudsman membeberkan evaluasi pengaduan masyarakat terhadap proses penerimaan peserta didik baru (PPDB), aduan yang terbesar adalah pungutan liar (pungli). Dari 387 aduan yang masuk, yang paling banyak dilaporkan adalah panitia seleksi dan komite sekolah 80,9 persen disusul dinas pendidikan 15,2 persen dan kepala sekolah 2,7 persen.

Ini menjadi sebuah paradoks yang sangat mengkhawatirkan, karena fungsi sesungguhnya dari komite sekolah sebagai perpanjangan tangan dari masyarakat, orangtua murid untuk melindungi hak-hak setiap siswa dan menindaklanjuti kritik dan saran, malah bergeser menjadi wadah yang digunakan sekolah sebagai jembatan untuk melakukan pungutan yang meresahkan masyarakat. Hal ini kemudian mengerutkan dahi masyarakat, yang kemudian berpikir lagi untuk sesuatu yang salah terhadap wadah yang bernama komite sekolah ini, apalagi dengan dana komite yang sering diputuskan oleh komite yang seolah-olah adalah putusan bersama dengan masyarakat dalam hal ini oleh orangtua murid, ternyata seringkali adalah sebuah skenario yang diciptakan bersama dengan pihak sekolah sebelum melakukan rapat bersama dengan orangtua murid.

Sebenarnya keradaan Komite Sekolah yang tertuang dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 pasal 196 merupakan wadah yang sangat mulia asalkan perekrutannya dilakukan dengan mekanisme yang sebenarnya. Komite Sekolah sebenarnya adalah wadah yang berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan arahan, pertimbangan, dukungan, serta sarana prasarana, dimana Komite Sekolah terdiri dari 15 orang yang berasal dari unsur orangtua murid, paling banyak 50 persen, tokoh masyarakat paling banyak 30 persen, dan pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30 persen.

Keterwakilan inilah yang sering tidak diterjemahkan dalam pembentukan Komite Sekolah. Komite sekolah sering kali berisi unsur orangtua murid yang lebih dari 50 persen dan kemudian tidak memperhatikan unsur tokoh masyarakat serta pakar pendidikan yang relevan sehingga tidak tercipta komposisi yang saling melengkapkpi, malah hanya membentuk sebuah komposisi yang yang menjembatani keinginan pihak sekolah.

Kesalahan kedua yang paling besar adalah ketika Komite Sekolah kemudian melakuakan kesalahan dalam memutuskan menarik dana (uang komite) dari masyarakat, dengan berlindung dari Permendiknas Nomor 44 Tahun 2012 pasal 8 dan 9 ayat 2 yang berbunyi: satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat yang mendapatkan bantuan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah pada tahuan ajaran berjalan dapat memungut biaya pendidikan yang digunakan hanya untuk memenuhi kekurangan biaya investasi dan biaya operasional.

Hal inilah yang seringkali dipakai oleh Komite Sekolah untuk menglegitimasi pengumpulan dana dari orangtua murid dengan nominal yang semena-mena dan bukan bersifat partisipatif seperti yang tertuang dalam  PP No 48 Tahun 2008  Pasal 55.
Mekanisme yang sebenarnya dalam Pengumpulan dana dari masyarakat adalah sesuai dengan PP No 48 Tahun 2008  Pasal 52- Pasal 55 dimana menjelaskan pungutan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a.    Didasarkan pada perencanaan investasi dan/ atau operasi yang jelas dan rencana kerja tahunan.
b.    Tidak dipungut dari siswa yang kurang mampu.
c.    Tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/ atau kelulusan peserta didik.
d.    Pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan publik, dan di umumkan secara transparan lewat media
e.    Apabilah dana pungutan melebihi jumlah dana yang diperlukan menurut perencanaan maka akan dimasukkan pada tahun anggaran berikutnya.

Dan semua poin di atas ternyata bertentangan dengan apa yang terjadi di lapangan, beberapa sekolah bahkan tidak memiliki perencanaan yang jelas, kemudian dana komite tidak bersifat subsidi silang di mana siswa mampu dan kurang mampu secara ekonomi sering disama ratakan, juga sering dikaitkan dengan persyaratan akademik, tidak jarang kemudian peserta didik yang belum membayar uang komite tidak bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar dan ujian, dan yang paling terakhir tidak pernah diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan secara transparan melalui media, ini berarti kalau semua hal di atas tidak dilakukan semestinya maka semua pungutan yang dilakukan oleh Komite Sekolah bisa dikategorikan punggutan liar, yang meresahkan dimana sesuai PP No 48 Tahun 2008  Pasal 53 bisa dibatalkan.

Kalau semua Peraturan Perundangan bisa dipahami dan diimplementasikan secara benar maka pendidikan gratis bukanlah semua mimpi dan anggan-angan, tapi sebuah kenyataan yang disokong oleh anggaran 20 persen dari APBN dan akan menjamin kecerdasan bangsa. Hidup Rakyat (*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Komite Sekolah

Dengan url

http://dimanadoyodo.blogspot.com/2013/09/komite-sekolah.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Komite Sekolah

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Komite Sekolah

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger