Fenomena Jokowi

Written By Unknown on Senin, 09 September 2013 | 11.36

Pemilu tahun 2014 tinggal tujuh bulan lagi. Namun, banyak orang lebih suka membicarakan siapa calon presiden (capres) pascapesta demokrasi, pemilu legislatif tahun depan. Sejumlah nama capres muncul. Sebut saja Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (Ical), Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PAN, M Hatta Rajasa. Belum lagi dari kalangan profesional seperti Sri Mulyani, Dahlan Iskan, Gita Wirjawan.

Saking pentingnya sukses kepemimpinan nasional (presiden) yang akan segera ditinggalkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Partai Demokrat menggelar konvensi capres. Konvensi Demokrat bahkan menjaring capres dari luar partai, selain kader sendiri. Sistem semiterbuka ini diharapkan mampu menyaring capres yang disukai rakyat.

Figur bakal capres yang semakin ramai diperbincangkan, yakni Joko Widodo (Jokowi). Gubernur DKI Jakarta ini terbilang fenomenal. Dia bahkan menjadi satu tokoh capres yang diagung-agungkan media massa (media darling).

Berbagai survei membuktikan bahwa popularitas dan elektabilitas Gubernur DKI Jakarta ini menonjol di antara tokoh yang dielu-elukan sebagai capres. Bahkan Megawati Soekarnoputri pun turut menyanjung kader mudanya itu. Tak pelak, arena Rakernas PDIP di Jakarta pun riuh menghendaki Jokowi sebagai capres dari PDIP.

Sejumlah DPD dan DPC PDIP secara terang-terangan meminta Jokowi ditetapkan sebagai capres. Seperti DPD Sulawesi Barat, DPC Kepulauan Sula Maluku Utara, DPC Sorong Papua Barat, DPC Yahukimo Papua, DPD Sumatera Utara, DPD Sumatera Selatan dan DPD Sumatera Barat.

Sementara DPD PDIP Sulut memilih menyerahkan semuanya ke tangan Mega.
"Mayoritas meminta Jokowi maju sebagai kandidat presiden," ujar Ketua DPC PDIP Bolmong, Yanni R Tuuk kepada Tribun Manado, Sabtu (7/9).

Namun demikian, kata dia, beberapa DPD PDIP juga menyerahkan keputusan kepada DPP PDIP. "Ada beberapa yang menyerahkan keputusan ke DPP (Ibu Megawati), satu di antaranya Sulut," ujar Yanni.

Senada disampaikan Sekretaris DPC PDIP Minahasa Tenggara, Taviv Watuseke. Kata dia, partai sepakat penentuan capres diserahkan sepenuhnya diserahkan kepada Megawati.

Keputusan dan rekomendasi Kongres itulah yang menjadi dasar pijakan sikap PDIP Mitra dalam menanggapi dinamika politik nasional, dan dinamika internal partai. "Prinsipnya kami tetap konsisten dengan keputusan dan rekomendasi yang dihasilkan dalam Kongres di Bali, 2010 lalu," tegas Watuseke, yang mengaku tengah mengikuti Rakernas partai.

Ketua DPC PDIP Minahasa Selatan, Rommy Pondaag mengakui nama Jokowi memang santer disebut sebagai capres. "Bahkan saya sangat mendukung. Namun semuanya kan tergantung keputusan pimpinan saat Rakernas ini, kami hanya menyampaikan saja usulan," kata Pondaag.

Ada apa dengan Jokowi, hingga banyak orang seakan "mendewakannya"? Fenomena Gubernur DKI Jakarta seakan mengingatkan kita kepada suksesi nasional di Negara Paman Sam, Amerika Serikat tahun 2008.

Kemenangan Barack Obama pada Pilres AS 2008 menjadi fenomena besar. Dia presiden kulit hitam pertama dalam sejarah AS. Namanya yang terdengar ganjil, pengalaman politik yang minim, dan latar belakang kehidupannya yang tak banyak diketahui orang sempat membuatnya menjadi kandidat yang diremehkan. Petinggi Partai Demokrat lebih memperhitungkan Hillary Clinton sebagai penantang kuat Senator John McCain, calon presiden dari Partai Republik ketika itu.

Beberapa orang berpikir kemenangan Obama adalah mukjizat. Dengan kata lain bukan kapasitas pribadi Obama yang membuatnya menang, tetapi atmosfer dan situasi eksternal yang banyak membantu. Maksudnya, kondisi psikologis masyarakat AS yang tengah mengalami krisis ekonomi. Negara liberal itu sedang berusaha menggali kembali nilai-nilai ideal bangsa yang tak membeda-bedakan warna kulit dan ras, sehingga kehadiran kandidat berkulit hitam sekalipun akan diterima sepanjang dia menjanjikan harapan pemulihan kondisi ekonomi.

Di negara kita, tentu tak persis sama. Namun, mencermati AS 2008, paling tidak ada beberapa poin yang bisa disubtitusikan (samakan). Contoh di sektor ekonomi. Anjloknya nilai rupiah terhadap dolar AS. Inflasi terus meroket yang berujung melambungnya harga kebutuhan pokok. Pendek kata, ekspektasi publik terhadap peningkatan kesejahteraan teramat kuat. Kini masyarakat mengidamkan pemimpin negeri yang kurang lebih sama dengan apa yang dirasakan masyarakat AS waktu itu. Yaitu seorang pemimpin yang heroik untuk membawa perubahan besar di negeri ini. Muaranya tentu pada terwujudnya masyarakat Indonesia yang makmur dan berkeadilan sesuai cita-cita para pendiri bangsa. *


Anda sedang membaca artikel tentang

Fenomena Jokowi

Dengan url

http://dimanadoyodo.blogspot.com/2013/09/fenomena-jokowi.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Fenomena Jokowi

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Fenomena Jokowi

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger