Renungan Minggu: Kegigihan Plus Kejujuran

Written By Unknown on Minggu, 09 Maret 2014 | 11.35

Oleh: Pdt Stenly James Stela STh, Pendeta Jemaat GMIM Victory Minanga Indah Wilayah Malalayang Barat

(Markus 5:25-34)

TIDAK dapat disangkal bahwa setiap orang di dunia ini tak ingin hidup menderita. Meskipun penderitaan adalah sebuah realita tak terbantahkan, tetapi tetap saja manusia berupaya untuk menghindar dan keluar dari penderitaan dengan bermacam-macam cara.

Benar pula bahwa orang rela mengorbankan banyak hal demi keluar dari kondisi tak menyenangkan itu. Wajar dan manusiawi. Soalnya adalah bagaimana kita memahami pergumulan dan memaknai pergumulan itu sendiri serta bagaimana semestinya kita berhadapan dengan situasi itu.

Bacaan ini memperlihatkan sebuah kenyataan derita dari seorang perempuan yang sakit pendarahan. 12 tahun bukanlah sebuah masa yang pendek untuk perempuan itu. Mungkin hidupnya akan biasa-biasa saja manakala selama waktu itu ia hidup normal dan sehat. Tapi ini lain. 12 tahun dalam ketersiksaan fisik karena pendarahan. Ayat 26 menegaskan bagaimana ia berupaya semaksimal mungkin untuk menyembuhkan dirinya.

Malang benar saat semua kepunyaannya habis mengongkosi diri dan kesembuhan tak kunjung menyapanya. Barangkali dia telah diterpa oleh kegalauan yang tak berujung atau keputusasaan yang tiada tara. Kita juga dapat menduga bahwa si perempuan ini telah patah arang sebab manusia mana yang tak kecewa dengan kondisi yang seperti ini.

Tapi rupanya ada sebuah kekuatan yang menghinggapi perempuan ini tatkala ia mendengar tentang Yesus. Yesus yang mengajajar dengan penuh kuasa dan melakukan tanda-tanda heran saat melayani. Apa yang ditangkap oleh pendengarannya ternyata mampu membawa ia dekat kepada Yesus dan bahkan sempat menjamah jubah Yesus karena dibenaknya telah terpatri satu keyakinan, asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh. Di sisi lain, barangkali ini adalah sebuah keyakinan yg buta karena bagaimanapun juga, ia hanya mendengar tentang Yesus dan belum pernah menyaksikan apalagi mengalami mujizat dari Yesus. Tetapi, pada sisi yang lain, inilah iman sang perempuan.

Iman yang menggiring dia pada kesembuhan dan keselamatan. Inilah juga usaha berani dari perempan yang tidak lagi berdaya akan dirinya. Inilah kegigihan sang perempuan dari tengah kelemahannya. Dan memang, usahanya tidak sia-sia. Walaupun setelah itu ia masih harus ketar-ketir ketika Yesus bertanya "Siapa yang menjamah jubah-Ku?".

Adalah hal yang luar biasa ketika semua orang sementara bingung dengan siapa yang menjamah jubah Yesus, si perempuan justru tampil dengan polos dan jujur memberitahukan semuanya kepada Yesus. Perempuan itu mungkin belum bisa bernafas lega saat Yesus belum memberi respon atas pengakuannya. Jantungnya mungkin berdetak kencang menunggu saat dimana kata-kata ini keluar dari mulut Yesus: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu".

Napas si perempuan yang tadinya mungkin tertahan akhirnya lepas disertai ucapan syukur sebab ternyata Yesus justru memuji imannya. Selamat dan sembuh akhirnya jadi bagian sang perempuan. Kegigihan plus kejujuran dalam menghadapi persoalan.

Begitulah cerita perempuan yang lepas dari kegalauan karena sakit pendarahan yang cukup lama. Darinya kita mungkin bisa belajar bahwa tak perduli seberapa besar usaha yang telah kita lakukan untuk bebas dari derita atau persoalan, selalu ada harapan bagi yang mau percaya.

Ya, percaya pada Tuhan Yesus Kristus yang adalah Juru Selamat kita. Gigih berjuang dan meninggalkan sikap menyerah adalah sikap iman yang pantas kita pertahankan di tengah realitas keterpurukan kita dari masalah-masalah hidup. Apalagi kita yang telah percaya pada Yesus Kristus.

Perempuan ini juga telah mengajar kita bahwa tak cukup hanya dengan mendengar tentang Yesus. Orang percaya harus benar-benar datang dan mencari Dia sambil percaya. Itulah iman yang ditindaklanjuti. Itulah kegigihan kita sebagai orang percaya. Kita memang dipanggil bukan untuk menyerah pada situasi atau persoalan disamping kita harus sesekali meninggalkan zona nyaman kita untuk sesuatu yang lebih baik, sesuai keinginan Kristus.

Beriman bukan sekedar tinggal diam dan berdoa saja. Langkahkan kaki kita, bertindaklah sesuai keyakinan yang benar. Dan sementara itu, tetaplah pelihara kejujuran meskipun masalah menghimpit. Walau disadari ada banyak peluang untuk tidak berkata jujur dalam kehidupan, apalagi jika itu diperhadapkan dengan gengsi, harga diri, dan lain sebagainya. Kejujuran adalah sikap moral yang seharusnya tak boleh dibuang meski kita dihimpit oleh banyak hal. Perempuan dalam bacaan ini lagi-lagi mengajar kita untuk berkata jujur. Selalu ada hadiah indah apabila kejujuran itu dipupuk.

Meskipun banyak orang pandai menyembunyikan sesuatu, tetapi kata pepatah: sepandai-pandainya tupai melompat, ia akan jatuh juga. Jadi, tak ada hal yang minus dari memelihara kejujuran. Pada akhirnya, sesuai tema yang tertulis di kepala renungan ini, saya mengajak kita menulis, mengingat dan menerapkan sebuah rumus, yaitu Kegigihan + Kejujuran = Keselamatan. Tentu kita akan melihat rumus ini dalam konteks perikop ini. Tuhan Memberkati. (*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Renungan Minggu: Kegigihan Plus Kejujuran

Dengan url

http://dimanadoyodo.blogspot.com/2014/03/renungan-minggu-kegigihan-plus-kejujuran.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Renungan Minggu: Kegigihan Plus Kejujuran

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Renungan Minggu: Kegigihan Plus Kejujuran

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger