Cuaca Buruk, Kisah Mereka yang Harus Bertahan

Written By Unknown on Minggu, 26 Januari 2014 | 11.35

TRIBUNMANADO.CO.ID - Erson Tase (27) dan kernetnya, dua minggu, tertahan di dermaga penyeberangan Bolok, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jatah uang makan Rp 300.000 untuk tiga hari perjalanan sudah ludes. Karena tak boleh beranjak jauh dari truknya, kebutuhan makan untuk hari selanjutnya terpaksa berutang di warung sekitar dermaga.

"Untung kenal baik dan pemilik warung percaya. Ketika keadaan seperti ini, kami bisa makan dengan ngebon dulu, bayarnya kemudian," ujar Erson di Bolok. Hingga Sabtu (25/1), pelayaran dari Bolok, belum sepenuhnya normal.

Utang makan yang belum dibayarkan Erson membengkak, lebih dari Rp 600.000. "Kami lega karena bos (pemilik truk) menelepon dan berpesan akan membayar utang itu. Yang terpenting adalah menjaga keselamatan truk dan muatannya," ujarnya. Erson adalah pengemudi truk GalaTrans, bermuatan 200 zak semen milik Tobersun Sagala, pemilik pertokoan Ramayana di Rote, Kabupaten Rote Ndao, NTT.

Di dermaga penyeberangan Bolok, Erson tak sendirian. Saat Kompas menemuinya, Rabu lalu, sedikitnya 42 truk niaga juga sedang menunggu kesempatan menumpang kapal penyeberangan. Semuanya tujuan Rote, dengan waktu tempuh sekitar lima jam. Bolok-Rote adalah lintasan dengan waktu tempuh paling pendek dari belasan rute penyeberangan di NTT.

Pengemudi truk lain, Thomas, mengatakan, ia memilih bertahan di Bolok karena biasanya penyeberangan ke Rote bisa tiba-tiba dibuka kembali setelah PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Feri mengetahui arus laut mulai mereda. "Kalau ke daerah lain, penyeberangan biasanya baru dibuka jika perairan laut sudah tenang. Mungkin karena jarak tempuhnya jauh, di atas 10 jam," ujarnya lagi.

Erson, Thomas, dan sejumlah pengemudi sama-sama mengaku sudah kehabisan uang makan sehingga terpaksa beramai-ramai berutang makan di warung sekitar dermaga. "Kami belum tahu kapan penyeberangan normal kembali. Namun, kabar dari ASDP memperkirakan, Minggu (26/1) besok, cuaca membaik," ujar Erson.

Feri berlindung

Hujan deras disertai angin kencang dalam beberapa hari ini juga melanda wilayah NTT sehingga lautan pun bergolak. Tak tahu pasti kapan laut akan kembali tenang. Hermin Welkis dari PT ASDP Bolok menyebutkan, "Cuaca masih belum menentu. Armada feri kami semua berlindung di perairan yang aman."

ASDP Bolok didukung 10 feri, termasuk tiga di antaranya yang sedang docking. Tujuh feri kini tersebar, yaitu 6 feri berlindung dan lego jangkar di perairan aman sekitar Bolok dan 1 feri tertahan di perairan Kalabahi, Kabupaten Alor, NTT. "Perairan di wilayah NTT mengganas," lanjut Hermin Welkis.

Selain mengganggu penyeberangan feri, cuaca ekstrem menyebabkan bencana di sejumlah daerah di NTT. Warga Naibonat, Kabupaten Kupang, Mikael Misa (52), misalnya, Selasa malam lalu ditemukan tewas setelah hanyut diterjang banjir. Setidaknya 16 rumah di Oesao, tetangga Naibonat, pekan lalu hancur diterjang puting beliung.

Hujan deras disertai angin juga merusakkan sedikitnya 36 rumah warga Kota Kupang. Saat yang sama, sebagian patung Tirosa, salah satu ikon Kota Kupang, rontok diterjang angin.

Nelayan di hampir seluruh wilayah NTT juga sudah lebih dari sebulan tidak melaut. "Laut sedang ganas. Sementara kami memilih bertahan di rumah," ujar Haji Hamitu, nelayan pemburu ikan laut dalam di Oesapa, Kota Kupang, Rabu lalu.

Bertahan di Pontianak

Gelombang laut yang mencapai 6 meter membuat distribusi barang antarpulau, terutama dari Jawa atau Sumatera ke Kalimantan dan sebaliknya, lumpuh. Kapal tak bisa meninggalkan Pelabuhan Senghi, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, untuk kembali berlayar. Kondisi itu masih berlangsung hingga Sabtu.

Budi Sahroyo (42), nakhoda Kapal Mesin Putra Segara Abadi, bersama dengan anak buah kapalnya duduk termenung di atas kapal yang bersandar di Pelabuhan Senghi. Barang kebutuhan pokok yang akan diangkut dari Pontianak ke Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, masih tertahan di atas kapal sejak seminggu lalu.

Budi tiba di Pontianak pada 16 Januari lalu dan semula akan kembali ke Natuna pada 18 Januari 2014. Namun, ia mendapat informasi dari perusahaan kapal tempatnya bekerja bahwa gelombang sedang tinggi. "Di perairan Kalbar saja mencapai 6 meter. Apalagi, sampai menyeberang ke luar perairan Kalbar. Kami tak mau ambil risiko besar," ujarnya.

Budi belum pernah tertahan di pelabuhan Pontianak sampai selama ini. Akibatnya, ratusan ton kebutuhan pokok itu tertahan dan belum bisa dipastikan kapan akan didistribusikan ke Natuna. "Menurut informasi dari syahbandar, Sabtu boleh berlayar. Namun, belum ada tanda gelombang akan mereda," lanjutnya.

Di Pelabuhan Pontianak terdapat puluhan kapal pengangkut kebutuhan pokok ke Jakarta dan ke Jawa Tengah yang tertahan. Rahman (30), awak kapal Kapuas Express, beserta rekan-rekannya sudah seminggu tak bisa berlayar. Padahal, seharusnya, Selasa lalu, mereka harus kembali ke Jakarta.

Selain tertahan di kapal, barang yang akan diangkut ke luar Kalbar itu juga tertahan di gudang penyimpanan di sekitar pelabuhan. Bahkan, ada juga yang masih berada di halaman pelabuhan dan belum diangkat ke atas kapal.

Salah satu distributor mi instan dari Pontianak ke Kabupaten Ketapang, Kalbar, Idham Fitradari, menuturkan, biasanya setiap hari dia mengirim 6.000 dus mi instan ke Ketapang. Namun, hingga saat ini, semua dus mi instan masih disimpan di gudang. "Kalau dialihkan melalui jalur darat tidak bisa karena bisa rusak semua," katanya.

Pasokan dan harga

Terhambatnya distribusi kebutuhan pokok itu berdampak pada berkurangnya pasokan kebutuhan pokok, seperti bawang merah, telur asin, dan cabai merah, di Pontianak. Ayong (45), pedagang telur di Pasar Flamboyan Pontianak, biasanya setiap hari mendapatkan pasokan 50 dus telur asin. Namun, saat ini ia hanya mendapatkan 20 dus. Telur asin yang dijual Ayong dipasok dari Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Kurangnya pasokan membuat Ayong menaikkan harga jual telur asin, dari biasanya Rp 2.400 per butir menjadi Rp 3.000. "Saat ini belum langka. Namun, kalau minggu depan distribusi masih terhambat, kemungkinan besar terjadi kelangkaan," ujarnya.

Bawang merah yang dipasok dari Jawa, menurut Jefri (30), pedagang lain di Pasar Flamboyan, juga berkurang. Ia biasanya mendapatkan pasokan 20 kilogram setiap hari, tetapi selama gelombang laut meninggi hanya 10 kilogram yang diperolehnya. Harga pun melonjak.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Pontianak Andreas Acui Simanjaya memperkirakan, pelaku usaha di Pontianak merugi hingga ratusan miliar rupiah akibat terhambatnya distribusi barang karena gangguan cuaca.

Pengusaha angkutan barang di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pun mengeluhkan, banyak armadanya yang terjebak banjir atau terjebak cuaca buruk untuk angkutan antarpulau. (ANS/ESA/GRE)


Anda sedang membaca artikel tentang

Cuaca Buruk, Kisah Mereka yang Harus Bertahan

Dengan url

http://dimanadoyodo.blogspot.com/2014/01/cuaca-buruk-kisah-mereka-yang-harus.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Cuaca Buruk, Kisah Mereka yang Harus Bertahan

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Cuaca Buruk, Kisah Mereka yang Harus Bertahan

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger